Sabtu, 16 Juni 2012

Akuntansi Manajemen

penyusunan laporan keuangan untuk pengambilan keputusan manajerial.
No TIK Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Waktu Sumber
1. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi, karakteristik serta berbagai tipe informasi akuntansi manajemen Konsep Dasar Akuntansi Manajemen·         Definisis akuntansi manajemen ·         Karateristik dan perbedaan akuntansi manajemen dengan akuntansi keuangan·         Tipe-tipe informasi akuntansi manajemen 3 x 50 menit A,B dan D
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang berbagai pusat pertangungjawaban serta penerapan informasi akuntansi pertanggungjawaban (responsibility accounting). Informasi Akuntansi Pertanggungjawaban·         Definisi pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center)·         Karakteristik dan penerapan informasi akuntansi pertanggungjawaban 3 x 50 menit A,B dan D
3. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan penentuan pola perubahan biaya (perilaku biaya) dalam kaitannya dengan perubahan kegiatan pada organisasi/perusahaan. Perilaku Biaya·         Definisi biaya dan perilaku biaya·         Metode-metode dan cara penentuan perilaku biaya·         Klasifikasi biaya 6 x 50 menit B dan D
4. Mahasiswa dapat menjelaskan definisi harga pokok variabel (variable costing) serta melakukan perhitungan harga pokok variabel (variable costing). Penentuan Harga Pokok Variabel (Variable Costing)·         Definisi variable costing.·         Perbedaan antara variable costing dan full costing.·         Penyusunan laporan keuangan metode variable costing 3 x 50 menit A,B dan D
5. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan analisis biaya relevan untuk pengambilan keputusan khusus. Biaya Relevan dalam Pengambilan Keputusan Khusus·         Definisi dan Konsep dasar biaya relevan dalam pengambilan keputusan·         Keputusan menerima atau menolak  penjualan khusus·         Meneruskan atau menutup sementara suatu produk/departemen·         Membuat sendiri atau mambeli dari luar perusahaan·         Menjual atau memproses lebih lanjut hasil produksi·         Menyewakan atau menjual aktiva yang menganggur 9 x 50 menit A,B dan D
6. Mahasiswa dapat  melakukan penentuan harga jual produk.  Penentuan Harga Jual Produk·         Teori harga dan perilaku konsumen·         Strategi penentuan harga jual produk·         Metode-metode dan cara penentuan harga jual produk 6 x 50 menit A,B dan D
7. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan penentuan harga transfer suatu produk.

Penentuan Harga Transfer

·         Definisi harga transfer·         Metode-metode dan cara penentuan harga transfer·         Kelebihan dan kelemahan masing-masing metode dalam penentuan harga transfer
6 x 50 menit A,B dan D
8. Mahasiswa dapat menjelaskan dan melakukan analisis dalam pengambilan keputusan investasi. Analisis Keputusan Investasi·         Macam dan jenis investasi·         Metode-metode dan cara penilaian keputusan investasi·         Kelebihan dan kelemahan masing-masing metode penilaian keputusan investasi 6 x 50 menit A,B dan D
9. Mahasiswa dapat menjelaskan current-current issue dalam akuntansi manajemen kontemporer. Akuntansi Manajemen Kontemporer (AMK)·         Perkembangan teori akuntansi manajemen·         Activity based costing (ABC) sistem·         Just in time (JIT) konsep 6 x 50 menit B dan C
 Keterangan :A, B, C dan D adalah Buku Sumber yaitu :A   =    Abdul Halim dan Bambang Supomo, Akuntansi Manajemen, BPFE Yogyakarta, 1993.B   =    Armila Krisna W., Akuntansi Manajemen, Penerbit Graha Ilmu, 2006.  C   =    Amin Widjaja Tunggal, Activity Based Costing: Untuk Manufakturing dan Pemasaran, Penerbit Harvarindo, 1995.D

Minggu, 10 Juni 2012

Contoh Format Laporan Posisi Keuangan (Neraca)

Kelemahan Neraca (Di Masa Lalu) Sebagai Penyaji Laporan Posisi Keuangan

Sebenarnya, sudah sejak lama, nama lainnya “Neraca” (Balance Sheet) adalah “Laporan Posisi Keuangan”, tetapi entah mengapa publik (termasuk pengatur standar) lebih suka menggunakan istilah “Neraca”. Bisa jadi karena lebih mudah disebutkan (singkat) dan tidak membingungkan ketika bersandingan dengan istilah “Laporan Keuangan”—yang terdiri dari: Neraca, Laporan Laba/Rugi, Laporan Perubahan Modal, dan Laporan Arus Kas.
Nah, apa kelemahan Neraca sebagai penyaji laporan posisi keuangan? Kelemahannya yang paling mencolok adalah: tidak mewakili nilai aset dan liabilitas yang sesungguhnya, pada saat dilaporkan.
Mengapa demikian? Karena nilai aset (aktiva) dan liabilitas (kewajiban) yang digunakan dalam Neraca (di masa lalu) menggunakan pendekatan cost histories (historical cost approach).
Dengan kata lain, di masa lalu, nilai yang dicantumkan dalam Neraca adalah nilai aset dan liabilitas pada saat transaksi terjadi, sedangkan pelaporan baru dilakukan di akhir tahun. Nah, selama kurun waktu antara transaksi dan pelaporan, jika terjadi kenaikan atau penurunan nilai pasar, TIDAK diperhitungkan. Terutama aset tidak lancar, termasuk Goodwil dan aset tak berwujud lainnya.
Misalnya:
Di tahun tahun 2010, PT. JAK membeli bangunan tempat usaha seharga Rp 2 milyar, lalu disusutkan selama 15 tahun dengan menggunakan metode garis lurus, tanpa nilai sisa (no residual value). Di Neraca PT. JAK per 2012, maka nilai buku bangunan tersebut menjadi (perhitungan saya sederhanakan):
= Nilai Perolehan – Akumulasi penyusutan
= Rp 2 milyar – [2 x (Rp 2 milyar/15)
= Rp 2 milyar – [2 x Rp 133,333,333)
= Rp 2 milyar – 266,666,667
= Rp 1,733.333,333
Nilai Rp 1,733.333,333 itulah yang terlihat di Neraca sebagai nilai aset bangunan, meskipun pada kenyataannya harga bangunan naik (Note: ada kecenderungan harga bangunan selalu naik). Itu artinya, nilai aset bangunan yg di Neraca lebih rendah dari kenyataannya.
Sebaliknya, aset mesin, peralatan dan kendaraan, pada kenyataannya cenderung menurun lebih cepat jika dibandingkan dengan penyusutan yang dibebankan tiap periodenya—sehingga nilai aset jenis ini, pada Neraca cenderung lebih besar dibandingkan kenyataannya (bila dijual misalnya).
Kenyataan-kenyataan itu membuat investor (baik yang sudah berstatus pemegang saham maupun calon pembeli saham) merasa bahwa:
[quote]Neraca (di masa lalu) belum menyajikan posisi keuangan (nilai aset, liabilitas dan ekuitas pemilik) yang sesuai dengan kondisi sebenarnya.[/quote]
Regulator (IASB untuk IFRS dan FASB untuk GAAP) merespon keluhan tersebut dengan membuat perombakan standar akuntansi yang nantinya bisa membuat Neraca mampu menyajikan laporan posisi keuangan yang lebih representative. Bersama dengan perlakuan-perlakuan akuntansi yg lain (selain aset dan liabilitas), IASB mengeluarkan IFRS (yang sekarang telah diimplementasikan sepenuhnya dalam PSAK yang baru).
Perubahan standar akuntansi yang paling mencolok, sehubungan dengan hal ini, adalah: penentuan nilai aset—terutama aset tak lancar (aktiva tetap) termasuk goodwill dan aset tak berwujud lainnya. Jika dahulu menggunakan “nilai perolehan” (historical cost) (seperti kasus aset bangunan di atas), kini IFRS telah menggunakan “nilai wajar” (Fair value) (nilai wajar) sebagai acuan.
Penerapan nilai wajar (fair value), oleh IFRS, diwujudkan dengan cara: mewajibkan perusahaan (terutama yang berstatus publik) untuk melakukan revaluasi berkala terhadap aset tak lancar mereka. Hasil revaluasi bisa jadi lebih kecil atau lebih besar jika dibandingkan dengan nilai buku di Neraca:
  • Jika hasil revaluasi (nilai terpulihkan/recoverable amount) lebih kecil dari nilai buku (carrying amount), maka dibuatkan jurnal koreksi “rugi revaluasi.”
  • Jika sebaliknya, dibuatkan jurnal koteksi “Laba revaluasi’.
Note: Khusus Goodwill, menggunakan impairment (penurunan nilai) sebagai pendekatan untuk menentukan nilai wajar.
Dengan penggunaan nilai wajar (fair value), diharapkan nilai aset tak lancar perusahaan yang tersaji di Neraca menjadi lebih representative. HANYA SAJA, masih banyak wilayah lain (selain aset tak lancar) yang belum mewakili nilai yang sebenarnya. Misalnya: Nilai persediaan.
Oke ada banyak metode penentuan nilai persediaan yang diijinkan (kecuali LIFO), yang sedikit-banyaknya bisa membuat nilai inflasi tercover. Tetapi sampai saat ini belum boleh mengakui nilai persediaan sesuai dengan harga pasar—tetap menggunakan historical cost (cost yang timbul saat barang dibuat). Kecuali untuk barang kembali—entah itu karena cacat (ringan, sedang, berat) atau karena tak laku dijual, melalui IAS 17 telah ditentukan agar barang yang kembali direvaluasi.
Pada dasarnya, IFRS mencoba untuk membuat semua elemen aset dan liabilitas menggunakan nilai wajar (fair value). Tetapi pada prakteknya, khususnya untuk instrument-instrumen investasi dan derivative bank, masih menjadi pro-dan-kontra. Sehingga meskipun sudah ditetapkan, kalangan bank masih enggan mengikuti standar yang baru (IFRS).
Pertanyaan selanjutnya: Sampai kapan kelemahan Neraca (Laporan Posisi Keuangan) ini bisa diperbaiki?
Entahlah, sampai saat ini belum bisa diperbaiki sepenuhnya. Semoga saja suatu saat nanti ditemukan pendekatan yang lebih pas (dan bisa diterima oleh semua pihak).
Kita lanjut ke Penyajian “Laporan Posisi Keuangan”…

Penyajian Laporan Posisi Keuangan Sesuai PSAK Baru (Konvergen IFRS)

Seperti sudah saya singgung di awal tulisan, tidak ada ketentuan pasti mengenai “Format Laporan Posisi Keuangan (Neraca)” di dalam standar Akuntansi manapun. Bukan hanya di PSAK atau IFRS yang berlaku di Indonesia, di US-GAAP yang direformasipun tidak ada.
Yang ada adalah beberapa ketentuan dasar—yang (mungkin) diharapkan bisa menjamin isi Neraca menjadi tidak bias atau menyesatkan pembacanya, logis dan mudah dipahami. Sedangkan format pastinya, diserahkan ke perusahaan, sepanjang ketentuan-ketentuan dasar tersebut dipatuhi.
Apa saja ketentuan-ketentuan dasar penyajian Laporan Posisi Keuangan sesuai PSAK baru?
Berikut adalah kutipan beberapa bagian PSAK 1 yang penting-penting saja (untuk detailnya silahkan baca PSAK).
Dalam sebuah Laporan Keuangan (dan Penjelelasan Rinci-nya), perusahaan diminta untuk menyajikan informasi ini secara jelas (paragraph 49):
  • Nama entitas pembuat laporan keuangan atau identitas lain, dan setiap perubahan informasi dari akhir periode laporan sebelumnya;
  • Apakah merupakan laporan keuangan satu entitas atau suatu kelompok entitas;
  • Tanggal akhir periode pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan;
  • Mata uang pelaporan sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 52; dan
  • Pembulatan yang digunakan dalam penyajian jumlah dalam laporan keuangan
Mengenai pos-pos (akun-akun) yang disajikan dalam Laporan Posisi Keuangan (Neraca), paragraph 52 menyebutkan agar “minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut” (jika ada):
  • Aset tetap;
  • Properti investasi;
  • Aset tidak berwujud;
  • Aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan pada (e), (h) dan (i));
  • Investasi dengan menggunakan metode ekuitas;
  • Aset biolojik;
  • Persediaan;
  • Piutang dagang dan piutang lainnya;
  • Kas dan setara kas;
  • Total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;
  • Utang dagang dan terutang lainnya;
  • Kewajiban diestimasi;
  • Liabilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam (k) dan (l));
  • Liabilitas dan aset untuk pajak kini sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46;
  • Liabilitas dan aset pajak tangguhan, sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 46;
  • Liabilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual sesuai dengan PSAK 58;
  • Kepentingan non-pengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas; dan
  • Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.
Pos-pos tambahan, judul dan subtotal dalam laporan posisi keuangan BOLEH DISAJIKAN, jika penyajian tersebut relevan untuk pemahaman posisi keuangan perusahaan.
Pengklasifikasian “aset lancar dan tidak lancar” dan “liabilitas jangka pendek dan jangka panjang” juga DIBOLEHKAN, akan tetapi “Pajak Tangguhan” TIDAK BOLEH diklasifikasikan sebagai “aset lancar” atau “liabilitas jangka pendek”.
Lebih jauh mengenai “Aset Lancar dan Tak lancar” dan “Liabilitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang”, PSAK 1 paragraph 64 dan 67 memberikan panduan khusus sebagai berikut:
1. Aset Lancar dan Tak Lancar – Perusahaan mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar, jika:
  • Entitas mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya, dalam siklus operasi normal;
  • Entitas memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan;
  • Entitas mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau
  • Kas atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas) kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Note: Aset yang TIDAK masuk kategori di atas diklasifikasikan sebagai “Aset Tidak Lancar
2. Liabilitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang – Suatu liabilitas diklasifikasikan sebagai laibilitas jangka pendek jika:
  • Entitas mengharapkan akan menyelesaikan liabilitas tersebut dalam siklus operasi normalnya;
  • Entitas memiliki liabilitas  tersebut untuk tujuan diperdagangkan;
  • Liabilitas tersebut jatuh tempo untuk diselesaikan dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode pelaporan; atau
  • Entitas tidak memiliki hak tanpa syarat untuk menunda penyelesaian liabilitas selama sekurangkurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Note: Liabilitas yang TIDAK masuk kategori di atas diklasifikasikan sebagai “Liabilitas Jangka Panjang”.
Itu saja point-point yang yang penting. Sekalilagi, untul lebih jelasnya silahkan baca PSAK 1.

Contoh Format “Laporan Posisi Keuangan” alias “Neraca”

Bisa dikatakan bahwa, tidak ada format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) standar yang dikeluarkan oleh badan pengatur standar akuntansi manapaun. Adapun format yang selama ini lumrah dipakai, baik oleh perusahaan yang sudah berstatus publik maupun yang belum, adalah tradisi, kebiasaan yang lama-lama menjadi semacam kesepakatan tak tertulis antara para pembuat dan pengguna laporan keuangan.
Penyajian yang paling lumrah digunakan adalah format bersaldo seimbang (seperti yang saya gunakan dalam contoh dibawah). Dalam format ini, masing-masing elemen (aset, liabilitas dan ekuitas pemegang saham) disertai jumlah saldo saat pelaporan, di tempatkan di satu halaman, sehingga pembaca laporan posisi keungan bisa melihat bahwa: aset = liabilitas + ekuitas pemegang saham.
Wujud atau bentuk Laporan Posisi Keuangan (Neraca) itu sendiri, ada 2 macam yang lumrah digunakan, yaitu:
  • Bentuk yang menyerupai T-Account: Kelompok “Aset” diletakkan di sisi kiri, sementara kelompok “Liabilitas dan Ekuitas Pemegang Saham” di sisi kanan laporan.
  • Bentuk yang menyerupai Ledger (Buku Besar): Kelompok “Aset” diletakan di bagian atas laporan, diikuti oleh kelompok “Liabilitas dan Ekuitas Pemegang Saham” di bawahnya.
Dalam contoh berikut ini, saya hanya menggunakan bentuk yang kedua, dalam dua versi: ringkas dan detail.
Ini adalah contoh format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) yang ringkas:
Contoh Format Neraca Yang Ringkas
Dan, ini adalah contoh format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) yang agak detail:
Format Neraca Lengkap
Karena keterbatasan ruang, penjelasan dari masing-masing akun dalam format Laporan Posisi Keuangan (Neraca) ini akan saya bahas di tulisan berikutnya. Untuk sementara saya ucapkan selamat berlibur bagi yang libur, dan selamat beraktivitas untuk yang tidak libur.

Prosedur Translasi (Laporan Keuangan) Mata Uang Asing Sesuai IFRS (Part 1)

Di era globalisasi sekarang ini, transaksi bisnis yang menggunakan mata uang asing bukan sesuatu yang aneh, apalagi bagi perusahaan yang memiliki anak perusahaan atau kantor cabang (operasional) di luar Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini, translasi laporan keuangan anak perusahaan—yang menggunakan mata uang asing—masih merupakan tantangan tersendiri bagi sebagian akuntan dan orang accounting pada umumnya. Terlebih-lebih setelah diberlakukannya IFRS. Lewat tulisan ini JAK ingin membahas prosedur translasi (laporan Keuangan) mata uang asing sesuai ketentuan IFRS, satu-per-satu dan selangkah-demi-selangkah.
Translasi (atau konversi) mata uang asing dalam laporan keuangan, buat saya pribadi, bukan sesuatu yang sederhana, apalagi jika harus mengikuti standar pelaporan keuangan yang terus berubah dari waktu-ke-waktu. Prosedurnya itu sendiri sudah rumit, ditambah lagi dengan langkah-langkah prosedur yang lumayan panjang, sehingga urusan mentranslasikan laporan keuangan bermata uang asing, bukan bekerjaan yang mudah.
Tapi jangan khawatir, mudah-mudahan, tulisan JAK ini bisa membantu anda untuk memahami prosedur translasi laporan keuangan bermata-uang asing dengan lebih mudah.
Dalam IFRS, teknis dan prosedur translasi laporan keuangan dengan mata uang asing diatur dalam IAS 21. Dalam PSAK, saya yakin ini diberi kode PSAK 21. Jika anda punya cukup waktu dan bisa memahami panduan IFRS asli dan PSAK, silahkan baca. Jika tidak, silahkan ikuti tulisan ini hingga selesai.
Ada 2 metode yang disarankan oleh IFRS, dalam mentranslasikan laporan keuangan anak perusahaan (subsidiary entities) yang menggunakan mata uang asing, yaitu:
  • Translasi ke dalam mata uang pelaporan (presentation currency); dan
  • Translasi ke dalam mata uang fungsional (functional currency).
Ada kalanya suatu perusahaan tunggal (tidak memiliki perusahaan anak), tetapi bertransaksi dalam mata uang asing, sehingga perlu mengkonversikan nilai nominal transkasi-transaksi tersebut. Untuk itu, yang digunakan BUKAN salah satu dari kedua metode translasi di atas, melainkan prosedur “translasi atas transkasi mata uang asing” secara langsung. Saya juga akan bahas prosedur ini.
Tak kalah pentingnya untuk diketahui oleh mereka yang melakukan pekerjaan translasi laporan keuangan, yaitu “Disklosur khusus—untuk situasi tertentu—sehubungan dengan translasi mata uang asing”.
Saya akan bahas keempat topik tersebut, lewat seri tulisan ini (mudah-mudahan tidak kepanjangan) secara bertahap, satu-per-satu, setahap-demi-setahap. Tetapi sebelum itu, ada satu hal yang sangat penting untuk diketahui yaitu mengenai…

Apa itu Mata Uang Fungsional dan Apa Itu Mata Uang Asing?

Memahami konsep “mata uang fungsional” dan “mata uang asing” adalah kunci untuk memahami prosedur translasi laporan keuangan, secara keseluruhan. Tanpa pemahaman ini, mustahil bisa memahami prosedur translasi laporan keuangan dengan benar.
Kita mulai dengan pertanyaan: apa itu mata uang fungsional (functional currency)?
IFRS mendefinisikannya mata uang fungsional sebagai:
the currency of the primary economic environment in which an entity operates.”
Sehingga, jika saya terjemahkan secara bebas, maka:
“Mata uang fungsional adalah mata uang (yang dipergunakan) dalam lingkungan ekonomi utama dimana perusahaan beroperasi”.
Apakah definisi di atas bisa dipahami? Saya yakin tidak banyak orang yang bisa langsung paham. Begitulah bahasa standard, memang agak sulit untuk dipahami. Itu sebabnya saya agak enggan menggunakan bahasa standar (atau ilmiah). Dalam definisi versi IFRS di atas misalnya, saya yakin tidak semua orang paham dengan istilah “primary economic environment”—bahkan untuk bule sekalipun. Kalau harfiahnya, mungkin semua orang juga tahu, bagaimana dengan makna kontekstualnya?
Yang dimaksud dengan “mata uang lingkungan ekonomi utama” dalam konteks ini, biasanya (tapi tidak selalu), adalah: mata uang yang dihasilkan atau dibelanjakan, secara mayoritas, dalam operasional perusahan.
Lumrah dan logisnya (meskipun tidak selalu), perusahaan menghasilkan dan membelanjakan kas dalam mata uang lokal dimana perusahaan beroperasi. Misalnya: perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia, lumrahnya, menghasilkan dan membelanjakan kas dalam mata uang Rupiah (IDR), secara mayoritas—meskipun ada yang dalam mata uang asing tetapi porsinya tidak banyak.
Sehingga, mata uang fungsional biasanya (meskipun tidak selalu) adalah mata uang lokal dimana perusahaan beroperasi. Misalnya: JAK Corp. punya anak perusahaan bernama JAK Pte Ltd yang beroperasi di Singapore. Maka, lumrahnya, mata uang fungsionalnya JAK Pte Ltd adalah Singapore Dollar (SIN$).
Bagaimanapun juga, seperti telah saya sebutkan berulangulang, “mata uang lokal” TIDAK SELALU otomatis menjadi mata uang fungsional.
Mata uang fungsional, menurut IFRS, adalah mata uang yang:
  • secara mayoritas, mempengaruhi harga jual dan harga beli barang/jasa, ATAU digunakan sebagai pengukur nilai beli atau nilai jual oleh regulator dimana perusahaan beroperasi.
  • secara mayoritas mempengaruhi harga bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya-biaya lain, sehubungan dengan pembuatan produk/jasa yang diperdagangkan.
Sekalilagi, dari petunjuk di atas bisa dilihat bahwa, menurut IFRS:
Mata uang lokal” dimana anak perusahaan beroperasi TIDAK OTOMATIS menjadi mata uang fungsionalnya. Bisa saja mata uang fungsionalnya adalah mata uang asing, jika kriteria di atas terpenuhi. Ini penting. Harus diingat baik-baik.
Sebagai lawan dari mata uang fungsional (functional currency) adalah “mata uang asing” (foreign currency). Sehingga yang dimaksudkan dengan “mata uang asing”—dalam konteks pelaporan keuangan—adalah: mata uang selain mata uang fungsional. Dan yang dimaksudkan dengan “transaksi mata uang asing” adalah transkasi-transaksi yang diukur (atau istilah standarnya “didenominasi”) dalam satuan mata uang selain mata uang fingsional atau memerlukan pelunasan dalam mata uang selain mata uang fungsional—yang timbul ketika perusahaan:
  • Membeli dan menjual barang atau jasa dalam bentuk kredit yang harganya didenominasi (diukur) dalam satuan mata uang asing.
  • Meminjam atau meminjamkan dana atau utang-piutang yang didenominasi dalam mata uang asing.
  • Memperoleh/membeli atau menjual aset tetap dalam mata uang asing.
  • Melunasi kewajiban yang didenominasi (diukur) dalam satuan mata uang asing.
Misalnya: Jika meneruskan contoh sebelumnya, dimana mata uang fungsional JAK Pte Ltd adalah SIN$, maka mata uang apapun selain SIN$ adalah “mata uang asing” bagi JAK Pte Ltd. Dan, transkasi-transaksi dalam mata uang apapun selain SIN$ adalah “transaksi mata uang asing” bagi JAK Pte Ltd.
Mengenai konsep mata uang fungsional, mata uang asing, dan transaksi mata uang asing, saya rasa sudah cukup jelas (jika belum, silahkan dibaca kembali, pelan-pelan atau tanyakan via ruang komentar). Berikutnya kita bahas bahas prosedur translasi, satu-per-satu, langkah-demi-langkah. Kita mulai dengan translasi ke dalam mata uang pelaporan…

Prosedur Translasi Ke Dalam Mata Uang Pelaporan (Presentation Currency)

Prosedur ini dipergunakan jika mata uang fungsional perusahaan anak adalah mata uang lokal dimana perusahaan anak beroperasi.
Misalnya: dari contoh kasus sebelumnya. JAK Corp berkedudukan di Indonesia memiliki perusahaan anak JAK Pte Ltd yang beroperasi di Singapore. Mata uang lokal Singapore sudah pasti SIN$. Jika (setelah diteliti), ternyata mata uang fungsional JAK Pte Ltd kebetulan juga SIN$, maka prosedur yang dipergunakan adalah “prosedur translasi ke dalam mata uang pelaporan.
Apa itu mata uang pelaporan?” mungkin ada yang bertanya seperti itu.
Yang dimaksud dengan “mata uang pelaporan” (presentation currency) adalah mata uang yang dipergunakan oleh perusahaan induk dalam melaporkan seluruh aktivitas operasional usahanya, termasuk operasional anak-anak perusahaan yang ada di luar negeri.
Sehingga “Translasi ke dalam mata uang pelaporan” artinya, mengkonversikan laporan keuangan anak perusahaan—yang menggunakan mata uang lokal dimana beroperasi sebagai mata uang fungsional—ke dalam dalam mata uang pelaporan perusahaan induk.
Misalnya:
JAK Corp berkedudukan di Indonesia, listing di BEJ, mata uang pelaporan JAK Corp di BEJ adalah Indonesian Rupiah (IDR). Merujuk ke contoh kasus sebelumnya, maka akuntan JAK Corp perlu mentranlasikan laporan keuangan anak perusahaannya yang di Singapore (JAK Pte Ltd)—yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional—ke dalam satuan IDR, sebelum diikutsertakan (atau dikonsolidasikan) ke dalam laporan keuangan JAK Corp di Indonesia.
(Note: translasi tidak harus dilakukan oleh perusahaan induk, pada prakteknya bisa saja dilakukan oleh anak perusahaan sebelum mengirimkan laporan keuangannya ke perusahaan induk).
Penting untuk diketahui: ”mata uang lokal” dimana perusahaan induk berkedudukan TIDAK serta-merta menjadi mata uang pelaporan. Dalam kasus JAK Corp yang berdudukan di Indonesia tadi misalnya, jika disamping listing di BEJ JAk Corp juga listing di Nasdaq (Amerika Serikat), maka mata uang pelaporannya untuk di Nasdaq adalah USD. Atau bisa jadi mengunakan USD baik untuk di BEJ maupun di Nasdaq. Jika ini situasinya, maka laporan keuangan JAK Pte Ltd (yang menggunakan SIN$ sebagai mata uang fungsional) ditranslasikan ke dalam USD.
Nah, bagaimana prosedur translasi ke dalam mata uang pelaporan? Berikut adalah langkah-langkahnya:
Langkah-1. Identifikasi dan Tentukan Mata Uang Fungsional Anak Perusahaan (subsidiary) – Seperti sudah saya sampaikan di atas, anak perusahaan bisa saja bertransaksi dalam beragam mata uang. Untuk itu, sebelum translasi dilakukan, perlu mengidentifikasi mata uang fungsionalnya. (Lihat caranya dalam penjelasan sebelumnya mengenai konsep mata uang fungsinal)
Langkah-2. Konversikan Transaksi Anak Perusahaan Ke Dalam Mata Uang Fungsionalnya – Setelah di langkah-1 selesai dilakukan (dan mata uang fungsional telah diketahui), maka di langkah yang kedua ini anda mengkonversikan semua transkasi yang terjadi di perusahan anak (apapun mata uangnya) ke dalam mata uang fungsionalnya. Penting untuk diperhatikan, semua anak perusahaan sebaiknya menggunakan mata uang fungsional secara konsisten dari tahun-ke-tahun, sehingga ada basis perbandingan yang pasti ketika pelaporan muti-tahun diperlukan.
Langkah-3. Konversikan hasil Laporan Posisi Keuangan (Neraca) ke Mata Uang Pelaporan – Setelah semua laporan keuangan anak perusahaan dikonversikan ke mata uang fungsionalnya (langkah-2), di langkah ketiga ini anda mengkonversikan semua laporan keuangan (baik anak perusahaan maupun induknya). Bisa saja perusahaan induk juga bertransaksi dalam beragam mata uang, selain mata uang pelaporannya. Misalnya: untuk pelaporan listing di Nasdaq, JAK corp menggunakan USD sebagai mata uang pelporan, sementara sebagian besar transkasi di JAK corp dalam IDR. Dalam situasi ini maka laporan posisi keuangan (Neraca) JAK corp—sebagai perusahaan induk-pun perlu dikonversikan ke dalam mata uang pelaporan.
Yups. Hanya tiga langkah saja. Mudah bukan?
Oopps.. ada ketentuan khusus yang harus diperhatikan APABILA perusahaan (entah anak atau induk perusahaan) berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami inflasi di luar batas kewajaran (bahasa standardnya “Hyperinflasi”). IAS 21 menyebutkan beberapa indikasi utama yang menunjukan adanya hyperinflasi—dalam suatu negara, yaitu:
  • Perilaku populasi terhadap mata uang lokal;
  • Harga yang bertautan dengan indeks harga; dan
  • Akumulasi rate inflasi selama tiga tahun mendekati atau mencapai 100%.
(Catatan: Tolong jangan tanya saya megenai indikasi yang pertama dan kedua, karena jujur saja saya belum mencari tahu apa yang dimaksudkan dalam hal ini. Sejauh yang saya tahu, dalam prakteknya, yang dijadikan patokan utama adalah indikasi yang ketiga. Akan sangat bermanfaat bila ada yang berkenan sharing mengenai indikasi yang pertama dan kedua).
Prosedur translasi khusus seperti apa yang harus dipergunakan bila perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi?
Jika perusahaan berada dalam lingkungan ekonomi yang mengalami hyperinflasi, menurut IFRS (IAS 21), maka LANGKAH-3 diatas harus memperhatikan 4 ketentuan berikut ini:
  • Tranlasikan semua ASET dan LIABILITAS dengan menggunakan “nilai tukar penutupan” (closing rate)—termasuk komparasinya (jika ada). Sebagai informasi tambahan, yang dimaksud dengan closing rate dalam hal ini adalah “spot exchange rate” pada TANGGAL NERACA. Sementara yang dimaksud dengan “spot exchange rate” adalah nilai tukar yang bisa direalisasikan segera untuk pertukaran mata uang pada waktu tertentu (dalam hal ini adalah pada tanggal neraca).
  • Translasikan (konversikan) semua PENDAPATAN dan BIAYA/COST dari masing-masing Laporan Laba Rugi—termasuk komparasinya (jika ada)—dengan menggunakan nilai tukar (exchange rate) pada TANGGAL TRANSAKSI. Jika rate per transaksi tidak diketahui, sebagai alternative anda bisa menggunaka “rate rata-rata” selama kurun waktu periode pelaporan.
  • Akui selisih pertukaran—atas konversi yang dilakukan—di akun “Pendapatan Kemprehsif Lain” pada laporan “Laba/Rugi Komperhensive.” Pada Neraca konsolidasi perusahaan induk, selisih pertukaran diamasukan ke dalam kelompok “Ekuitas” sebagai “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” hingga anak perusahaan ditutup (tidak beroperasi lagi). Lihat prosedur berikutnya…
  • Pada saat penutupan (penghentian operasional) anak perusahaan, akumulasi nilai selisih pertukaran yang selama ini berada di akun “Cadangan Translasi Mata Uang Asing” direklasifikasikan dari equity ke Laba atau Rugi (sebagai adjustment) bersamaan dengan pengakuan “Laba/Rugi Penutupan Anak Perusahaan.”
Sebelum lanjut ke metode translasi berikutnya, mungkin ada yang bertanya-tanya:
Persisnya, nilai tukar (rate) mana yang digunakan?” Silahkan baca catatan khusus di bawah ini…

Rate Pertukaran Yang Digunalan Dalam Perhitungan Konversi Mata Uang Asing

Berikut adalah patokan dasar yang bisa digunakan dalam menghitung konversi mata uang asing secara umum:
  • Jika ADA, maka rate pertukaran yang digunakan adalah closing rate pada tanggal transaksi (lihat penjelasan prosedur di atas).
  • Jika TIDAK ADA closing rate, maka bisa menggunakan rate yang paling dekat dengan tanggal transaksi (rate yang berlaku besok paginya)
  • Jika ‘tanggal-laporan-keuangan-yang-akan-konversikan (ditranslasikan)’ berbeda dengan ‘tanggal-laporan-keuangan-kemana-akan dikonversikan (ditranslasikan)’ maka tentukan tanggal yang paling sesuai untuk dipergunakan sebagai basis translasi secara keseluruhan—untuk kemudian digunakan sebagai rate untuk konversi.
  • Jika ada ada beberapa rate yang tersedia sebagai basis translasi, maka gunakan rate basis translasi yang bisa digunakan sebagai basis rate perhitungan dana yang akan dipergunakan saat pembagian dividen. Sebagai alternative, bisa juga menggunakan rate yang akan digunakan untuk melakukan pembayaran (pelunasan) kepada pihak ketiga.
Di luar prosedur (dan ketentuan rate konversi) di atas, ada prinsip penting yang harus diperhatikan dalam melakukan translasi yaitu:
Kaitan ekonomis antar-elemen dalam laporan keuangan anak perusahaan yang ditranslasikan TIDAK BOLEH berubah setelah ditranslasikan ke dalam mata uang presentasi. Misalnya: Jika CURRENT RATIO laporan keuangan perusahaan anak—yang menggunakan mata uang fungsional—sebelum ditranlasikan adalah 3:1 dengan GROSS MARGIN 30% dari PENJUALAN BERSIH, maka setelah ditranlasikan kedua rasio tersebut tidak boleh berubah. Tujuan utama translasi laporan keuangan (anak perusahaan) dengan mata uang asing ke mata uang pelaporan adalah: agar aktivitas semua bisnis (induk dan anak) bisa dievaluasi dengan menggunakan alat ekur ekonomis yang sama.
Untuk prosedur translasi (laporan keuangan) mata uang asing sesuai IFRS part-1, saya cukupkan sampai di sini. Di tulisan berikutnya (Part-2) saya akan bahas mengenai: translasi ke dalam mata uang fungsional, konversi transkasi dengan mata uang asing, dan disklosur-disklosur (footnotes) yang diperlukan dalam penyajian laporan posisi keuangan (Neraca) sehubungan dengan translasi (laporan keuangan) mata uang asing. Selamat berakhir pekan.

Siklus Akuntansi

Proses akutansi yang diawali dengan menganalisis serta menjurnal transaksi dan diakhiri dengan mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi disebut dengan siklus akuntansi. Hasil terpenting dari siklus akuntansi adalah laporan keuangan.
Akuntan acap kali menggunakan neraca lajur atau kertas kerja (working paper) untuk mengumpulkan dan mengikhtisarkan data yang diperlukan dalam menyiapkan berbagai analisis dan laporan. Neraca lajur tersebut merupakan alat yang sangat bermanfaat, tetapi hal itu bukanlah bagian dari catatan akuntansi yang formal. Hal ini sangat berbeda dari bagan akun, jurnal, dan buku besar yang merupakan bagian terpenting dari sistem akuntansi. Neraca lajur lazimnya disiapkan dengan menggunakan program spreadsheet komputer.
Neraca lajur (worksheet) adalah kertas kerja yang bisa digunakan akuntan untuk mengikhtisarkan ayat jurnal penyesuaian dan saldo akun untuk penyusunan laporan keuangan. Pada perusahaan kecil yang tidak memerlukan banyak akun dan penyesuaian, neraca lajur mungkin tidak diperlukan. Misalnya, laporan keuangan netSolution bisa disiapkan langsung dari neraca saldo yang disesuaikan pada Bab 3. Pada sistem aakuntansi yang terkomputerisasi, neraca lajur mungkin tidak diperlukan karena program software dapat secara otomatis memposting ayat-ayat jurnal ke akun yang sesuai dan menyusun laporan keuangan.
Sebagai penyegar ingatan, ayat - ayat jurnal pada kolom penyesuaian neraca lajur adalah:
(a) Perlengkapan (supplies). Akun perlengkapan mempunyai saldo debit sebesar $2.000. biaya atau harga perolehan perlengkapan yang dimiliki pada akhir periode adalah $760. Karena itu, beban perlengkapan untuk bulan desember adalah selisih di antara kedua jumlah tersebut, atau $1.240. masukkan penyesuaian dengan mencatat (1) $1.240. pada kolom debit penyesuaian pada baris beban perlengkapan dan (2) $1.240. pada kolom kredit penyesuaian pada baris perlengkapan.
(b) Asuransi dibayar di muka (prepaid insurance). Akun asuransi dibayar dimuka mempunyai saldo debit sebesar $2.400, yang merupakan uang muka asuransi 24 bulan dimulai sejak 1 Desember. Dengan demikian, beban asuransi untuk bulan desember adalah $100 ($2.400/24). Masukkan penyesuain dengan mencatat (1) $100 pada kolom debit penyesuaian pada baris beban asuransi dan (2) $100 pada kolom kredit penyesuaian pada baris asuransi dibayar dimuka.
(c) Sewa diterima di muka (unearned rent). Akun sewa diterima dimuka mempunyai saldo kredit sebesar $360, yang merupakan penerimaan sewa selama tiga bulan, dimulai dari bulan desember. Dengan demikian, pendapatan sewa untuk bulan desember adalah $120. Masukkan penyesuaian dengan mencatat (1) $120 pada kolom debit penyesuaian pada baris sewa diterima dimuka dan (2) $120 pada kolom kredit penyesuaian pada baris pendapatan sewa.
(d) Upah (wages). Upah akrual (upah yang telah timbul sejalan dengan berlalunya waktu) tetapi belum dibayarkan pada akhir desember berjumlah $250. Ini merupakan pertambahan beban dan juga kewajiban. Masukkan penyesuaian ini dengan mencatat (1) $250 pada kolom debit penyesuaian pada baris upah dan (2) $250 pada kolom kredit penyesuain pada baris utang upah.
(e) Pendapatan jasa akrual (Accrued Fees). Pendapatan jasa akrual pada akhir desember yang belum dicatat berjumlah $500. Ini merupakan pertambahan aset dan juga pendapatan. Masukkan penyesuaian dengan mencatat (1) $500 pada kolom debit penyesuaian pada baris piutang usaha dan (2) $500 pada kolom kredit penyesuaian pada baris pendapatan jasa.
(f)  Penyusutan (Depreciation). Penyusutan peralatan kantor berjumlah $50 pada bulan desember. Masukkan penyesuaian dengan mencatat (1) $50 pada kolom kredit penyesuaian pada baris beban penyusutan dan (2) $50 pada kolom kredit penyesuaian pada baris akumulasi penyusutan.
Laporan keuangan
Neraca lajur merupakan alat bantu untuk dalam menyusun laporan laba rugi, laporan ekuitas pemilik, dan neraca yang disajikan pada tampilan 6. Pada bagian berikut akan dibahas laporan keuangan tersebut untuk NetSolution, yang disiapkan dari neraca lajur di tampilan 5.
Laporan Laba rugi
Laporan laba rugi biasanya disiapkan langsung dari neraca lajur. Akan tetapi, urut-urutan pencantuman beban bisa berubah. Seperti yang sudah dibuat pada Bab 1, beban diurutkan pada laporan laba rugi di tampilan 6 berdasarkan besarnya beban tersebut, dimulai dengan yang terbesar. Beban rupa-rupa (miscellaneous expense) merupakan pos terakhir tanpa memedulikan jumlahanya.
Laporan Ekuitas Pemilik
Format dasar dari laporan ekuitas pemilik diperlihatkan pada tampilan 6. Untuk NetSolution, jumlah penarikan oleh pemilik lebih kecil dari laba bersih. Jika penarikan pemilik melampaui laba bersih, maka urutan laba bersih dan penarikan pemilik akan terbalik. Selisih diantara kedua pos tersebut akan dikurangkan dari saldo awal akun modal. Faktor-faktor lain seperti  tambahan investasi atau rugi bersih, juga memerlukan perubahan pada format tersebut sebagaimana diperlihatkan pada contoh berikut:
Modal Allan Johnson, 1 Januari 2005                                         $39.000
Tambahan investasi pada tahun 2005                                            6.000
            Total                                                                                                               $45.000
Rugi bersih tahun 2005                                                                 ($5.600)
Penarikan                                                                                           (9.500)
Penurunan ekuitas pemilik                                                                                               (15.100)
Modal Allan Johnson, 31 Desember 2005                                                          $29.900
Neraca
Neraca pada tampilan 6 diperluas dengan menambahkan sub bagian untuk aset lancar, properti, pabrik, dan peralatan. Serta kewajiban jangka pendek. Neraca semacam itu disebut neraca berklasifikasi (classified).
Aset
Aset lazimnya dibagi kedalam kelompok dalam rangka penyajian di neraca. Dua dari kelompok tersebut adalah (1) aset lancar dan (2) aset tetap yang biasanya terdiri atas properti, pabrik, dan peralatan.
Aset lancar (current assets) kas dan aset lainnya yang diharapkan akan dikonversi menjadi kas atau dijual atau dipakai habis dalam satu tahun atau kurang, dalam operasi bisnis yang normal, disebut aset lancar.
Wesel tagih (notes receivable) adalah utang dari para pelanggan yang didukung dengan janji tertulis untuk membayar jumlah tersebut dan mungkin disertai dengan bunga pada tanggal yang diperjanjikan.
Properti, Pabrik, dan Peralatan (property, plant, and equipment) properti, pabrik, dan peralatan bisa juga disebut sebagai aset tetap (fixed assets atau plant assets). Aset ini meliputi peralatan, mesin-mesin, gedung, dan tanah.
Kewajiban
Kewajiban adalah jumlah utang perusahaan kepada editor. Dua jenis kewajiban yang paling lazim ditemukan adalah (1) kewajiban jangka pendek dan (2) kewajiban jangka panjang.
Kewajiban Lancar (current Liabilities) Kewajiban yang akan jatuh tempo dalam periode yang singkat (biasanya satu tahun atau kurang) dan yang harus dibayar dengan menggukan aset lancar disebut kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek.
Kewajiban Jangka Panjang (Long-term Liabilities) Kewajiban yang akan jatuh tempo dalam waktu yang lama disebut kewajiban jangka panjang.

Pengertian dan Penjelasan Dasar Akuntansi - Definisi, Arti, Fungsi dan Kegunaan - Belajar Ilmu Akutansi / Accounting

A. Pengertian dan Definisi Akuntansi
Akuntansi adalah suatu proses mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi berasal dari kata asing accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut sebagai bahasa bisnis.
B. Fungsi Akuntansi
Fungsi utama akuntansi adalah sebagai informasi keuangan suatu organisasi. Dari laporan akuntansi kita bisa melihat posisi keuangan sutu organisasi beserta perubahan yang terjadi di dalamnya. Akuntansi dibuat secara kualitatif dengan satuan ukuran uang. Informasi mengenai keuangan sangat dibutuhkan khususnya oleh pihak manajer / manajemen untuk membantu membuat keputusan suatu organisasi.
C. Laporan Dasar Akuntansi
Pada dasarnya proses akuntansi akan membuat output laporan rugi laba, laporan perubahan modal, dan laporan neraca pada suatu perusahaan atau organisasi lainnya. Pada suatu laporan akuntansi harus mencantumkan nama perusahaan, nama laporan, dan tanggal penyusunan atau jangka waktu laporan tersebut untuk memudahkan orang lain memahaminya. Laporan dapat bersifat periodik dan ada juga yang bersifat suatu waktu tertentu saja.